CERITAKU: Tak Ada Lagi Kendaraan Umum (Bagian 35)
Di suatu
hari Sabtu, kami beberapa siswa SMA Negeri I Wonosari mengalami kendala saat mau
pulang daerah asal seusai ada kegiatan di sekolah. Karena hari sudah terlalu sore, menjelang malam, sudah tidak ada lagi kendaraan umum yang melayani trayek dari Wonosari. Maka
kami pun bersepakat untuk berjalan kaki beramai-ramai sambil mengharapkan
adanya kendaraan yang masih melayani trayek penumpang. Namun hingga kami tiba
daerah Karangmojo, ternyata memang sudah tidak ada lagi kendaraan. Dua orang
teman kami perjalanannya sudah berakhir di Karangmojo. Masih ada beberapa yang
harus meneruskan perjalanan ke rumah kami masing-masing, jarak masih sekitar 12
kilo meter lagi bagi saya untuk sampai di rumah.
Akhirnya
kami sampai di Semin. Di sinilah kami harus terpisah menjadi single fighter.
Saya masih membutuhkan waktu untuk sampai ke rumah, 5 kilo meter lagi. Terpaksa
saya beristirahat sejenak di pertigaan Pandanan, tempat di mana ibu saya
berjualan setiap hari pon. Untung saat itu sedang terang bulan. Setelah merasa
cukup segar, saya melanjutkan perjalanan. Tiba di daerah bulak Brumbung, saya
cukup keder karena tempat ini terkenal daerah rawan penodongan. Tetapi saya
berpikiran positif, apalah yang mau ditodong dari saya yang sedang perjalanan
pulang dari merantau karena sekolah, pasti tidak punya barang berharga.
Setiba
di dekat perbatasan dusun, saya disambut oleh si peni. Dia menyalak sebentar. Setelah
sadar yang datang orang yang sudah dikenal, si peni berlari menyambut saya
dengan gerakan-gerakan kegembiraan khas seekor anjing. Kemudian, saya dan si
peni berjalan menuju ke rumah. Setibanya di depan pintu, si peni menggonggong
seolah memberitahukan kedatangan saya kepada ayah dan ibu.
Komentar
Posting Komentar