CERITAKU: Entah Halal atau Haram (Bagian 24)
Suatu
hari saya mendapat rejeki nomplok. Sebagai anak kos, makanan sehari-hari yang
dapat saya siapkan adalah makanan sangat sederhana: nasi liwet, oseng-oseng
buncis, tempe goreng, atau kadang-kadang telur goreng (itupun jika ibu membekali telur
saat saya pulang ke rumah setiap akhir pekan).
Sore menjelang malam, salah satu teman kos memberitahu bahwa tadi siang ada anak-anak
iseng menembak ayam tetangga di dekat jalan raya. Ayam itu tidak dibawa mereka, tetapi
ditinggalkan begitu saja. Lalu kami berembug, kira-kira ayam itu akan dibiarkan
begitu saja, atau kita manfaatkan saja untuk diolah menjadi lauk, hitung-hitung
dapat menambah gizi.
Setelah
bersepakat, kami berdua mendatangi lokasi tertembaknya ayam tadi siang. Benar,
ayam betina gemuk masih tergeletak di sana. Ayam pun saya ambil dan kami bawa
secara sembunyi-sembuyi takut ada yang
melihatnya. Sesampai di tempat kos, kami segera menyiapkan air panas untuk membersihkan
bulu-bulu ayam. Agar tidak ada jejak terlihat, bulu ayam kami buang ke dalam
sebuah lubang, dan kemudian kami timbun dengan tanah sampai tidak kelihatan.
Setelahnya,
kami bingung, mau dimasak bagaimana daging ayam ini? Akhirnya kami rebus dengan bumbu sekenanya. Yang
penting ada rasa asin, dan berbau bawang. Dalam dua hari, daging ayam itu akhirnya
habis, hanya tersisa tulang belulang. Sampai beberapa hari, tidak ada yang mencari
ayamnya yang hilang. Kami berdua merasa lega. Karena dia muslim, saya bertanya
ini ayam halal apa haram? Dia menjawab hanya dengan tertawa.
Komentar
Posting Komentar