CERITAKU: Biarlah Waktu Yang Bekerja (Bagian 45)

 


Sebagai seorang lelaki yang sedang tumbuh menuju dewasa, saya mengalmi perubahan fisik dan emosi. Secara fisik saya sudah melebih tinggi badan ayah saya. Kulit bersih, cukup putih menurut ukuran orang desa. Wajah yang lumayan menarik. Sering kali ketika saya bertemu ibu-ibu mendapat candaan, wah sudah besar, ganteng dan pintar lagi! Gelem tak pek mantu yo? Ibu yang lain menyahut,  Ojo gelem, karo anakku wae, anakku luwih ayu. Mendengar candaan demikian, saya sebenarnya merasa sangat risi, namun apa daya memang demikianlah tabiat ibu-ibu di dusun saya.

Belum lagi candaan guru-guru perempuan yang tinggal di sebalah rumah orang tua saya. Menurut saya, guru-guru perempuan itu sudah sangat terlalu. Terang-terangan mereka berani merangkul saya di depan ibu saya, sambil berkata. Wah, Bu anaknya sudah besar, dan ganteng. Sayng masih kecil. Kalau seumuran saya siap jadi istrinya. Mereka tidak sadar bahwa perbuatan mereka membuat saya merasa tertekan, risih, dan kikuk.

Dalam masa pertumbuhan dan perkembangan akil balik, saya memiliki perasaan suka pada lawan jenis. Saya merasa suka pada dua gadis yang usianya sedkit di bawah saya, yang satu masih SMP dan satunya masih kelas 1 SMEA. Kakak sepupu saya yang mengetahui hal itu mencoba menjadi mak comblang. Tetapi saya bilang jangan! Biarlah rasa itu berjalan apa adanya, sebab dalam hati muncul sebuah panggilan lain. Terbersit satu keinginan menjadi seorang pastur. Biarlah sang waktu yang menentukan, manakah panggilan yang paling kuat untuk menjadi sebuah pilihan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

KISAH NYATA: Siap Sedia atas Talenta (Bagian 10)

KISAH NYATA: Harmonisasi dalam Keluarga (bagian 08)