SEBUAH KISAH: Mengantar Teman Ke Ponjong (Bagian 11)
Saat
mengikuti kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) saya tergabung dalam kelompok yang
ditugaskan untuk melaksanakan bakti masyarakat di desa Widodomartani, kecamatan
Ngemplak, Sleman. Durasi pelaksanaan KKN selama 90 hari. Dalam kelompok kami,
ada seorang mahasiswi yang sama-sama berasal dari kabupaten Gunung Kidul.
Persamaan asal daerah tersebut membuat kami menjadi teman akrab selama di
lokasi KKN. Namanya Hartanti. Dia berasal dari jurusan tari, Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Seni (FPBS).
Pada
suatu malam, ada utusan keluarga Hartanti yang mengunjungi kami. Setelah
berbincang sejenak, utusan ini memberi kabar duka, bahwa ibunda Hartanti telah
berpulang. Kabar ini tentu mengejutkan kami semua, karena Hartanti tidak pernah
bercerita mengenai kondisi ibundannya yang sakit keras. Malam itu, Hartanti akan
pulang menuju rumahnya di kecamatan Ponjong, Gunung Kidul. Oleh karena saya
mengenal daerah asalnya, saya ditugaskan oleh ketua kelompok KKN untuk mengawal Hartanti sampai ke
rumahnya.
Perjalanan
malam itu cukup lancar, namun terasa sangat dingin, terlebih saya lupa mengenakan jaket. Setiba di rumah duka,
Hartanti disambut oleh sanak saudaranya. Duka mendalam pasti dirasakan oleh
Hartanti atas berpulangnya ibunda. Setelah hari pagi, saya berpamitan untuk
kembali ke lokasi KKN. Dalam perjalanan kembali ke lokasi KKN, saya menempuh
jalur utara melalui dusun saya. Oleh karena itu, saya mampir sejenak di rumah
bertemu kedua orang tua. Selanjutnya saya meneruskan perjalanan menuju Ngemplak, Sleman.
Dari rumah, saya melalui rute utara, tidak melalui Wonosari di Selatan. Tetapi melalui jalan ke arah Watukelir, kemudian belok ke kiri menuju Cawas, selanjutnya melaju ke arah Prambanan. Sesampainya di Prambanan, saya memutuskan membelok ke utara, karena kota Yogyakarta sedang diadakan penutupan jalan-jalan sehubungan acara kunjungan pemimpin gereja katolik sedunia, Paus Johanes Paulus II. Jalur dari Piyungan ini belum pernah saya lalui. Namun dengan prinsip dasar letak geografis, saya dengan yakin dapat mencapai lokasi KKN. Setelah tiba di daerah Prambanan, saya memutuskan untuk mengambil jalan ke utara. Pada akhirnya saya dapat mencapai kecamatan Ngemplak melalui sisi timur
Setelah sepekan, kami mendapat kabar bahwa Hartanti sudah bisa bergabung dengan kami untuk
meneruskan kegiatan KKN bersama kami. Yang mengejutkan, Hartanti memberikan
pesan bahwa saya harus ikut dalam rombongan yang menjemputnya. Tanpa pemikiran
apapun, saya ikut memjemput Hartanti di rumahnya. Namun, setiba di rumahnya, timbul sedikit masalah sebab Hartanti
mengatakan belum siap kembali ke lokasi. Kami pun dilanda kebingungan. Akhirnya, setelah diajak bicara oleh kakaknya,
dia bersedia ke lokasi tetapi saya harus bersedia memboncengnya. Saya bertanya
kepada kakaknya: “Mengapa harus berboncengan dengan saya?”. Kakaknya hanya
menjawab, tidak tahu. Mohon berkenan membantu kami.
Kami berangkat menuju ke lokasi KKN dengan Hartanti bersama saya. Setiba Piyungan, rombongan mengambil jalan ke arah utara, tetapi Hartanti mengajak saya melaju ke arah kota Yogyakarta. Dia tidak mau langsung ke lokasi KKN, melainkan jalan-jalan dahulu di kota Yogyakarta. Pulangnya di membeli sebuah boneka besar. Sejak itu, Hartini semakin dekat dengan saya. Seminggu sebelum KKN selesai, Hartanti mengatakan kepada saya bahwa ia suka. Saya mengiyakan, namun saya mengatakan kalau toh kita tidak dapat menjadi sepasang kekasih, kita menjadi sahabat saja. Saya katakan hal itu, karena ada perbedaan di antara kami yang paling mendasar, Beda Agama.
Komentar
Posting Komentar