CERITA KECIL: Seleksi Beasiswa (Bagian 27)

 


Saat duduk di kelas 4 sekolah dasar, suatu hari pak guru mengumumkan bahwa akan ada seleksi pelajar untuk memperoleh beasiswa. Syaratnya adalah memiliki nilai yang baik, berasal dari keluarga yang kurang mampu. Seleksi akan dilaksanakan di sebuah sekolah di kecamatan Semin. Ketika diumumkan oleh pihak sekolah, nama saya selaku juara kelas tidak tercantum dalam daftar siswa yang diajukan untuk mengikuti seleksi. Bagi saya, hal itu tidak menjadi masalah. Saya ikut senang bahwa teman-teman saya didaftarkan mengikuti seleksi. Saya beranggapan bahwa orang tua saya dikategorikan orang yang mampu secara ekonomi. Sayangnya, teman-teman saya gagal dalam seleksi.

Ternyata, hal yang bagi saya tidak masalah bahwa saya tidak didaftarkan sebagai peserta seleksi penerima beasiswa, menjadi sangat bermasalah bagi kedua orang tua saya. Kedua orang tua saya, terutama ibu sangat tidak dapat menerima bahwa anaknya yang menjadi juara kelas justru tidak didaftarkan untuk seleksi beasiswa. Dengan semangat membara ibu saya bertanya kepada para guru ke sekolah, mengapa anaknya tidak didaftarkan untuk mengikuti seleksi penerima beasiswa.

Sore harinya, di rumah ibu memarahi saya karena alasan saya tidak didaftarkan adalah bahwa saya dianggap anak yang nakal. Ibu mencecar apa yang telah saya perbuat di sekolah. Karena saya merasa tidak melakukan perbuatan buruk atau perbuatan yang dikategorikan nakal, maka saya bersikukuh bahwa saya bukanlah anak nakal. Usut punya usut, yang menyebabkan saya disebut siswa nakal adalah satu keisengan saya di suatu hari saat hujan. Sementara siswa yang lain berteduh di emperan sekolah, saya bersama teman-teman laki-laki bermain hujan-hujanan dengan menggunakan payung. Ketika berada tepat di dekat teman-teman yang berteduh di emperan sekolah, saya iseng memutar gagang payung sehingga terjadi cipratan air ke arah mereka. Mereka pun memekik serentak. Bagi kami siswa laki-laki, hal itu menjadi sebuah kelucuan.

Saya berjanji pada ibu untuk tidak mengulangi keisengan itu, sebab perbuatan iseng ternyata dapat menghambat datangnya berkat Tuhan. Di tahun berikutnya, saya didaftarkan untuk ikut seleksi  penerima beasiswa. Dalam seleksi kali ini, saya berhasil melewati semua proses, yaitu tes pengetahuan pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan pengetahuan umum; tes seni suara, dan keterampilan baris berbaris. Hasilnya, saya berhasil memperoleh beasiswa. 

Oleh orang tua saya, uang beasiswa tersebut dibelikan sebuah sepeda, dan dua ekor kambing. Sepeda yang dibeli tersebut menjadi sangat berarti untuk menjadi alat transportasi ke sekolah lanjutan tingkat pertama di kecamatan yang jaraknya sekitar 5 kilo meter dari tempat tinggal kami. Sedangkan kambing yang dibeli tersebut dipiara dan berhasil beranak-pinak. Kambing-kambing tersebut dapat membantu orang tua menyediakan biaya sekolah saya, bahkan sampai ke perguruan tinggi nantinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

KISAH NYATA: Siap Sedia atas Talenta (Bagian 10)

KISAH NYATA: Harmonisasi dalam Keluarga (bagian 08)