CERITA KECIL: Berani Melawan Setan Kuburan (Bagian 8)
Menonton pertunjukan wayang kulit adalah
kegembiraan tersendiri. Biasanya, saya dan kawan-kawan sebaya bersepakat untuk
pergi menonton wayang kulit. Suatu malam, kami bersama sama pergi ke pertunjukan
wayang di luar desa yang jaraknya cukup jauh sekitar 3 kilometer dari dusun
kami. Sebagai upaya melawan udara dingin, saya mengenakan sarung saat pergi
menonton wayang. Tiba di lokasi, pertunjukan wayang sudah di mulai. Entah karena
jalan ceritanya yang kurang seru, atau kantuk yang mulai melanda, saya mengajak
teman untuk kembali ke dusun kami. Ajakan saya ditolak!
Hanya dua dua pilihan. Saya pulang
sendiri, atau menunggu teman-teman menonton pertunjukan wayang. Karena perasan
kantuk semakin berat, saya memutuskan pulang ke dusun sendirian. Masalahnya,
jalan yang harus saya lewati berada di dekat kuburan desa. Seram! Dengan menguatkan hati, dan berdoa sepanjang jalan
saya sendirian menembus gelapnya malam. Untungnya, malam itu sedang terang
bulan, walau cahayanya samar-samar. Semakin mendekati dekat kuburan desa, suara
doa saya juga semakin keras. Doa Bapa Kami, versi bahasa jawa:
“Rama kawula ing swarga, Asma dalem
kaluhurna. Kraton Dalem mugi rawuha, karsa Dalem kalampahana, wonten ing donya
kados ing swarga. Kawula nyuwun rejaki kangge sapunika, sakathaing lepat nyuwun
pangapunten Dalem. Kados dene kawula ugi ngapunten dhateng sesami. Kawula
nyuwun tinebihna saking panggodha, saha linuwarna saking piawon. Amin.”
Ketika, melewati tepat di samping
kuburan, saya menghela napas panjang, dan mengubah posisi sarung untuk menutupi
kepala, menjadi bagaikan seorang ninja. Sarung menutupi kepala dengan hanya
menyisakan lubang untuk mata. Dengan posisi demikian, saya merasa mampu
mengalahkan setan kuburan. Setelah agak jauh dari kuburan, saya mempercepat
langkah, dan akhirnya berlari se kencang-kencangnya! Sampai di rumah, cuci kaki,
dan langsung merebahkan diri. Tidur. Untung di malam tidak mengalami mimpi buruk ketemu setan
kuburan!
Komentar
Posting Komentar