CERITA KECIL: Jatuh di Jalan Aspal (Bagian 51)

 



Suatu hari, di Stasi Sambeng di selenggarakan misa perayaan Natal. Pihak panitia mengundang seluruh umat katolik di wilayah stasi untuk dapat hadir dalam perayaan tersebut. Kami, umat katolik  Candirejo tidak ketinggalan diberi undangan secara lisan melalui ketua lingkungan. Beberapa dari warga katolik Candirejo bermaksud hadir ke gereja stasi Sambeng. Saya juga sangat berkeinginan ikut hadir.

Tibalah di hari peranyaan Natal. Saya dengan semangat akan ikut ke Sambeng. Dalam hati mau membonceng sepeda bersama kakak perempuan saya. Ternyata, kakak perempuan saya sudah berjanji untuk berboncengan dengan temannya menggunakan sepeda milik ayah. Terpaksa saya  mengurungkan niat untuk pergi ke Sambeng, lalu saya pun pulang ke rumah.

Tetapi, sesampainya di rumah, saya teringat bahwa saya memiliki sepeda sendiri yang dibeli menggunakan dana beasiswa. Maka, saya putuskan untuk bersepeda sendiri menuju ke gereja stasi Sambeng. Kira-kira setengah jam setelah kakak saya berangkat bersama teman-temannya,  dengan semngat tinggi, saya mengambil sepeda lalu mengendarai sepeda dari rumah menuju jalan raya.

Jalan raya yang saya lalui merupakan sebuah jalan raya yang baru selesai dilakukan pengaspalan. Awalnya, saya meluncur dengan baik di atas jalan aspal tersebut. Ketika sampai di jalan yang menurun laju sepeda saya semakin kencang. Sebab baru pertama kali bersepeda di jalan raya saya agak panik ketika sepeda melaju kencang. Tiba-tiba, ban depan sepeda terpeleset oleh lapisan pasir di atas aspal sehingga sepeda saya terpelanting cukup keras, saua jatuh terjerembab di atas jalan aspal. Akibatnya, pergelangan tangan kiri saya sedikit bergeser dari letaknya. Tidak sampai kesleo, namun beberapa saat pergelangan saya nyeri. Namun, bukannya pulang ke rumah, malahan saya meneruskan perjalanan ke stasi Sambeng yang jaraknya 5 kilo meter lagi.

Sesampainya di gereja, misa Natal sudah selesai. Acara dilanjutkan dengan hiburan nyanyi dan tari. Tetapi karena pergelangan tangan saya masih terasa nyeri, dan bengkak, saya tidak melanjutkan menonton pertunjukan di gereja. Saya pulang ke rumah sambil menahan rasa nyeri di pergelangan tangan. Tiba di rumah, saya memberitahukan keadaan tangan saya kepada ibu. Ibu segera membuat obat parem dan mengoleskannya pada pergelangan tangan kiri saya. Sehari berselang saya dibawa ke tukang untuk mendapat perawatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

KISAH NYATA: Siap Sedia atas Talenta (Bagian 10)

KISAH NYATA: Harmonisasi dalam Keluarga (bagian 08)