CERITA KECIL : Membuat Rokok Tingwe (Bagian 23)
Suatu
ketika saya ikut ayah ke sawah untuk menyiapkan lahan yang siap ditanami dengan
bibit padi. Karena saya tidak bisa membantu mencangkul, saya diberi tugas untuk
meratakan tanah agar mudah untuk ditanami padi oleh ibu dan beberapa ibu-ibu
tetangga yang membantu. Masyarakat desa terbiasa saling membantu menanam padi
di sawah dengan sedikit imbalan (buruh tandur). Ketika tiba waktunya istirahat
siang, ibu mengantar makanan ke sawah untuk kami nikmati bersama. Sesudah
makan, ayah saya terbiasa merokok tingwe, yaitu rokok yang disiapkan sendiri
menggunakan tembakau, dan sejenis bumbu rokok yang disebut ratus. Rokok tingwe
ini disiapkan dengan melinting tembakau dan ratus menggunakan kertas sigaret.
Saya perhatikan cara ayah membuat rokok tingwe, dan cara menghisap asap rokok.
Sepertinya begitu nikmat ketika ayah menghisap rokok itu.
Sesudah
peralatan makanan dirapikan kembali oleh ibu, dan ayah kembali bekerja
mencangkul tanah sawah, secara sembunyi-sembunyi saya mencoba membuat sebatang
rokok tingwe seperti yang dilakukan oleh ayah saya. Sesudah siap, rokok saya
nyalakan dengan korek geretan, dan sigap saya hisap seperti yang dilakukan oleh
ayah. Hasilnya. Saya terbatuk-batuk dan merasakan panas di saluran hidung.
Sungguh tersiksa. Melihat kejadian itu, ayah saya cuma berkomentar :” Ora sah udut. Udut gur nggo sing wis kebacut”
(tidak usah merokok, merokok hanya untuk orang yang sudah terlanjur). Namun,
secara sembunyi-sembunyi saya mencoba merokok, hasilnya sama,- terbatuk-batuk
dan merasakan panas di saluran hidung.
Setelah gagal mencoba merokok, saya memutuskan untuk
tidak merokok saja. Mumpung belum terlanjut menjadi perokok ndekek.
Komentar
Posting Komentar