CERITA KECIL: Cerita Diri (Bagian 1)

 




Di dalam keluarga, saya disebut sebagai anak bungsu karena memang menjadi anak yang paling muda dalam keluarga. Saya dibesarkan oleh ayah dan ibu bersama 4 kakak yang semuanya perempuan. Jadi, saya menjadi anak laki-laki satu-satunya. Begitu disayang tentunya, mungkin juga begitu dimanja. Tetapi saya tidak merasa dimanja, lebih tepatnya dibedakan. Salah satunya, sejak kecil saya selalu prioritaskan dalam hal makanan. Saat makan bersama, saya pasti diambilkan terlebih dahulu oleh ibu. Ibu selalu menyediakan nasi putih bagi saya, sementara yang lain  hanya nasi campur, yaitu nasi tiwul dicampur dengan nasi beras. Sejak kecil memang saya tidak begitu suka nasi tiwul.

Sebagai seorang petani, ayah dan ibu memiliki beberapa bidang tanah garapan. Saya sering ikut pergi ke sawah atau saat musim tanam. Sebagai anak terkecil, saya diberi tugas untuk memasukkan biji kedelai atau biji jagung ke lubang-lubang yang dibuat oleh ayah. Lubang itu biasanya dibuat menggunakan alat semacam lembing. Kadang saya ditugaskan untuk menutup biji jagung atau kedelai dengan tanah setelah dimasukkan kedalam lubang-lubang tadi. Ketika musim tanam padi, tugas saya adalah mencabut bibit padi dari tempat persemaian untuk ditanam di sawah.

Mungkin karena tubuh saya cukup ringkih sewaktu kecil, saya tidak diberi beban kerja yang memerlukan banyak tenaga, semisal mencangkul sawah. Jadi, saya tidak bisa mencangkul sebagaimana teman-teman sebayaku di desa. Sebagai gantinya, saya diberi tanggung jawab untuk mencari rumput untuk pakan beberapa kambing yang dipiara di kandang. Atau menggembalakan kambing-kambing tersebut ke padang rumput. Selain mencari rumput, tugas saya yaitu memberi pakan beberapa ayam kampung yang dipelihara oleh ibu.

Saat tanaman padi mulai berbuah, saya mendapat tugas untuk menjaga sawah dari burung atau ayam yang berkeliaran. Ayah membuat gubuk untuk sekedar berteduh dari panasnya matahari, atau terhindar dari dinginnya air hujan. Dibandingkan dengan tugas mencari rumput, atau menggembala kambing, saya lebih suka menjaga sawah dari burung atau ayam. Sambil menunggu kalau-kalau ada burung atau ayam yang datang, saya menggunakan waktu untuk membaca buku cerita yang saya bawa. Kadang juga membawa buku pelajaran yang dipinjamkan dari sekolah. Waktu yang paling saya tunggu adalah ketika ibu membawa makanan untuk dinikmati bersama di gubug. 

Setelahnya, tugas saya menjaga sawah digantikan oleh ibu, dan dibebaskan untuk bermain bersama teman-teman sebaya. Biasanya, permainan yang dilakukan adalah main bola, mencari jangkrik, atau permainan anak lainnya. Permainan selesai ketika hari sudah sore menuju gelap. Saya pun pulang, saat sore ini tugas saya adalah menyalakan lampu sentir dan lampu teplok. Setelah ayah membeli lampu petromak, tugas saya adalah menyalakan lampu petromak tersebut.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

KISAH NYATA: Siap Sedia atas Talenta (Bagian 10)

KISAH NYATA: Harmonisasi dalam Keluarga (bagian 08)