CERITA KECIL: Burung Puyuh Liar (Bagian 25)

 


Suatu ketika di masa panen padi, saya ikut ayah membabat damen (batang padi) untuk memanen padi. Dahulu panen padi dilakukan dengan menggunakan alat pemotong padi yang disebut ketam atau ani-ani. Jika tidak terbiasa menggunakan ani-ani, jari-jemari dapat terluka oleh bilah pisau yang terpasang pada ani-ani tersebut. Saat ini panen padi dilakukan dengan cara membabat batang padi karena jenis padi yang ditanam memiliki tinggi batang yang hanya sebatas lutut orang dewasa.

Ketika asyik membabat padi di sawah, saya mendengar samar-samar suara seperti anak ayam yang berada di antara rerimbunan batang padi di sawah yang sedang saya babat. Mendekati sore hari, rupanya yang saya dengar adalah suara anak burung puyuh yang bersembunyi di rerimbunan padi. Tetapi tidak saya lihat induknya. Hal itu saya sampaikan kepada ayah, apa bisa anak-anak puyuh ini dipiara? Ayah menjawab bahwa susah memelihara anak puyuh. Kemudian ayah membuat sebuah lubang persembunyian buatan menggunakan batang-batang padi yang sudah kami babat. Saya bertanya-tanya, untuk apa sarang tersebut?

Rupanya, ayah sedang berusaha menjebak induk burung puyuh tersebut. Benar saja, ketika hari mulai gelap seekor burung puyuh masuk ke dalam sarang buatan. Dengan hati-hati ayah menangkap induk puyuh yang sedang mencari anak-anaknya. Tertangkap! Saya pikir dibawa pulang untuk dipiara di rumah. Ternyata ayah menyiapkan sebuah rencana lain: memasak daging buyung puyuh. Saya sedih sebenarnya. Tetapi ketika di meja makan dihidangkan masakan dengan bahan daging puyuh, bangkitlah selera makan saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

KISAH NYATA: Siap Sedia atas Talenta (Bagian 10)

KISAH NYATA: Harmonisasi dalam Keluarga (bagian 08)