Cerita-8 Masa Sekolah

MASA SEKOLAHKU

     Aku mulai sekolah. Aku tidak melalui jenjang Taman Kanak-kanak apalagi Play Group. Karena memang di desaku saat itu  belum ada pendidikan usia dini. Jadi semua anak langsung masuk jenjang sekolah dasar.
Tidak pakai tes seperti sekarang , tetapi pak guru akan memeriksa usia dengan cara calon murid menyentuhkan tangan kanan melengkung melalui atas kepala untuk menyentuh telinga kiri. Jika dapat menyentuh, artinya usia sudah tujuh tahun. Tujuh tahun adalah usia yang ditetapkan sebagai syarat masuk sekolah.

     Aku mulai belajar di sekolah. Di SD Candirejo 1. Pelajaran yang aku dapatkan di kelas 1 adalah belajar menulis dan berhitung. Pada mata pelajaran berhitung, angka digambarkan dengan benda, yang aku ingat adalah gambar tempe. Oleh ibu guru, tempe digambar berbentuk segitiga. Kadang-kadang gambar segi empat. Bu Guru menyebutnya tahu. Hasil ulangan pertamaku, jawabanku benar semua. Nilai 10.

     Tahun demi tahun, akhirnya aku duduk dikelas 5. Aku tergolong murid yang mudah menerima pelajaran. Nilai-nilai sering di atas teman-temanku,. Aku juara kelas. Saat itu mulai muncul kebijakan pemerintah untuk memberi beasiswa bagi anak-anak yang pintar. Orangtuaku sangat berharap aku memperoleh beasiswa itu.
Saat nama-nama penerima beasiswa diumumkan, ternyata namaku tidak tercantum. Aku sebenarnya tidak merasa sedih atau apa, biasa saja. Yang bertanya-tanya adalah ibuku. Ibuku bertanya kepada guru dan kepala sekolahku. Jawaban yang diperoleh ibuku bukannya memberi penjelasan, tetapi membuat ibuku marah. Masalahnya, ibu marahnya kepada aku."Makanya jadi anak itu jangan nakal. Ojo kemaki le...".

      Aku hanya bisa terdiam. karena aku merasa tidak nakal. Aku bukan anak jahat. Aku tidak pernah mengejek teman, tidak pernah mencuri, dan tidak pernah menyusahkan orang lain. Tetapi itulah yang terjadi. Aku dimarahi berhari-hari, bahkan berminggu-minggu oleh ibuku. Untung saja ayahku tidak memperlihatkan kemarahannya padaku. Yang dilakukan ayahku adalah bertanya kepada teman-temanku, apa aku ini nakal, dan kenakalan apa yang diperbuat oleh aku. Jawaban yang diperoleh ayahku, aku anak yang baik, suka mengajari teman, memang sedikit usil. Aku usil terutama kalau hari hujan.  Ketika hujan turun aku suka bermain air hujan dengan payung. Payung yang terkena air hujan aku putar-putar sambil mendekati teman-temanku, sehingga air hujan yang terlempar menciprat ke arah teman-temanku. Jika teman laki-laki, pasti aku dibalas dengan cipratan payung. tetapi teman perempuan pasti menjerit riuh. Itulah yang menyebabkan kami kaum laki-laki suka menggoda mereka. Teman-teman perempuan lebih suka menjerit-jerits saat mendapati bajunya basah oleh air hujan karyaku,

     Suatu malam, ayah dan ibuku berbincang-bincang mengenai aku. Ibuku masih menganggapkau anak yang nakal, sehingga disisihkan dari penerima beasiswa. Ayahku mencoba menenangkan hati ibu. "Bu, anak kita bukan anak nakal". "aku sudah bertanya kepada teman-temannya, apa anak kita memang nakal. Ternyata anak kita tidak nakal. Yang dilakukan hanya bermain, dan kebetulan dengan memutar-mutarkan payung saat hujan, sehingga menciprat membasahi baju  temannya. Itupun tidak sering kok, dan tidak hanya anak kita, tapi teman-teman nya juga berbuat itu. Kalau disebut nakal, itu kenakalan anak saja. wajar".
Ibuku menyahut."Ya, Pake. Tapi akibat dari itu kan anak kita tidak jadi mendapat beasiswa. Ia diberi hukuman oleh gurunya". "Coba kalau anak kita tidak nakal....".
"Ya, berarti bukan rejeki anak kita. Kalau rejeki, nanti akan mendapat gilirannya".

      Suatu hari, seorang guru mengunjungi ayah dan ibu di rumah. Beliau mengatakan bahwa sebenarnya aku bisa mendapat beasiswa namun pihak sekolah memutuskan ada murid lain yang lebih membutuhkan karena keadaan ekonomi orangtuanya jauh lebih buruk, walau prestasinya masih kalah dengan prestasiku. Tetapi aku masih bisa mendapat beasiswa melalui tes penelusuran bakat dan minat.

     Memasuki tahun pelajaran baru di kelas 6, aku didaftarkan untuk mengikuti tes penelusuran bakat. Setelah mengikuti proses yang cukup panjang, akhirnya aku dinyatakan sebagai peserta yang diberi hak mendapatkan beasiswa. Aku sangat bangga, juga kedua orangtuaku.

     Uang beasiswa yang aku peroleh, oleh ayahku dibelikan sebuah sepeda. Sepeda itulah yang menjadi kakiku berjalan menyusuri jalan menuju sekolah menengahku yang berjarak 5 kilometer dari rumahku. Dengan sepeda itu pula, perjalananku menjadi pelajar tingkat sekolah menengah pertama lancar sampai tahun kelulusan.  Nilaiku pun dinyatakan sebagai penerima beasiswa kembali.Senangnya hatiku. Aku rasa kedua orangtuaku juga gembira.

     Pada acara perpisahan, aku diberi medali oleh kepala sekolah sebagai tanda prestasiku sebagai juara pertama. Dengan prestasi itu, aku dapat meneruskan pendidikan di SMA yang terkenal di kota kabupaten. Tanpa melalui tes seleksi murid baru, aku menempuh pendidikan baru di sekolah yang baik. Menuju masa depanku.(vic)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

PUISI 1 Tawuran

PUISI 35 SIAL