Cerita 16. Jalan Tol


MASUK TOL TIDAK BAYAR

Aristo adalah anak bungsu ku. Saat ini ia berusia 12 tahun. Di antara ke tiga anakku, ia yang paling suka mencoba hal-hal baru. Suatu ketika, ia meminta ijin pada ku untuk naik grab car karena sekedar ingin merasakan naik grab car sendiri  tanpa ada yang menemani. Aku jawab,” Kapan-kapan saja kalau memang keadaan mengharuskan”.
Suatu hari, Aristo mendapat tugas dari gurunya untuk mengerjakan tugas sekolah secara kelompok bersama 5 orang temannya di daerah Slipi Jaya. Karena hari itu hari libur, dari rumah Aristo diantar oleh kakaknya ke rumah temannya. Di sana ke empat temannya sudah menunggu. Setelah tiba di tempat, ia pun ditinggal kakaknya pulang.
Ternyata proses pengerjaan tugas kelompok itu cukup lama. Mulai pukul 12 sampai pukul lima sore. Setelah selesai kerja kelompok, Aristo menumpang mobil angkot dari Slipi Jaya ke arah Sevel Kemanggisan. Dari Sevel Kemangisan Aristo menghubungiku minta dijemput.
“Yah, aku sudah di Sevel. Jemput aku ya”. Demikian bunyi kalimat WA di telepon genggamku. Tetapi karena di daerah rumahku sedang hujan lebat, aku jawab WA Aristo.”Wah, di sini lagi hujan,Dik. Tunggu ya, kalau hujan sudah reda, ayah segera otw”.
“Oke, Yah. Aku jajan dulu di Sevel boleh?” Ia meminta ijin untuk membeli minuman di Sevel. Tunggu-punya tunggu, ternyata hujan tidak kunjung reda. Setelah setengah jam berlalu, terdengar nada pesan di telepon genggamku.”Yah, di sini hujan lebat. Aku naik grab car saja ya?”. Karena memang hujan tidak reda, aku mengijinkan Aristo untuk naik grab car saja. Beberapa saat kemudian, kembali nada pesan masuk di telepon genggam  ku. “Yah, hujan semakin deras di sini. Dari tadi grab tidak ada yang merespon”.
Aku jawab,”Coba dengan uber, mungkin bisa”. Dan benar, beberapa menit kemudian sebuah mobil uber merespon panggilan. “Yah, di sini masih hujan deras. Enaknya lewat mana?”. Pesan Aristo saat berada di dalam mobil uber.
“Lewat jalan biasa, dari Batusari belok kanan terus masuk jalan Panjang” jawabku.
“Tapi jalanan arah itu macet, Yah. Lewat Arjuna bisa?”. Ia tetap bertanya melalui WA.
“Ya sudah, bilang ke pak sopir lewat jalan Arjuna. Terus belok ke arah jalan depan RCTI”. Aku coba mengarahkan jalan.
Beberapa menit kemudian, telepon genggamku berdering. “Ada apa,Dik?”
Dari seberang terdengar suara Aristo,”Aduh, Yah. Di depan RCTI banjir. Pak Sopir tidak berani  menjalankan mobilnya. Takut mesinnya mati”.
“Oh, muter lagi arah ke jalan Panjang” aku menyarankan.
“Kata sopir, kalau lewat jalan tol boleh apa tidak?”.
“Duitmu masih cukup untuk naik tol, tidak?” Tanyaku.
“Tol berapa?” Ia bertanya.
“Ya, sudah, kamu bilang ke pak sopir saja untuk menalangi dulu ongkos tol. Nanti ayah yang membayarnya setelah sampai di rumah”.
Akhirnya, mobil uber itu diarahkan ke gerbang tol. Setelah masuk gerbang tol, Aristo mengirim pesan WA dengan bangga.”Yah, aku sudah masuk tol!. Gratis, tidak bayar. Masuk tinggal masuk saja. Mungkin karena hujan lebat, jadi tol digratiskan!”.
Dalam hati aku tertawa.  Tetapi aku balas WA nya.”Dik, nanti bayarnya saat akan keluar tol.”
“O, gitu ya Yah?”.
Sesampai di rumah, Aristo menjadi bahan ledekan kakak-kakaknya.
“Yea….naik uber niye…”
“Yea, mana ada tol gratis?”
“hahaha, tol gratis? Kencing saja bayar?”
Untungnya Aristo sudah kebal ledekan. Maklum anak bungsu kadang memang menjadi bahan gurauan, dan menjadi korban keusilan.
Sementara itu, ibunya hanya tersenyum menyaksikan keakrabkan anak-anaknya. (vic)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

PUISI 1 Tawuran

PUISI 35 SIAL