Cerita-4 Kita Friend



KITA KAN FRIEND

     Satu hal yang aku pikir bisa aku lakukan untuk menuangkan perasaanku saat itu adalah menulis sebuah puisi. Pusi itu akan aku kirimkan pada seorang gadis yang mampu membuat hatiku berdebar-debar. Sebab aku tinggal jauh darinya karena saat itu aku sedang berjuang mencari ilmu di sebuah perguruan cukup terkenal di kota Yogya.

     Selama ini aku hanya bisa memendam rasa. menanggung siksa karena sejujurnya aku merasa tidak punya keberanian untuk mencoba sekedar menyapanya. Gadis itu selalu bersikap cuek padaku. tetapi sikap cuek itulah yang menjadi racun bagiku. Racun cinta.

    Waktu demi waktu, rasa di hatiku ini semakin gila. membuatku gelisah sepanjang malam. Terlebih hari itu adalah hari valentine, hari yang menurut banyak orang adalah hari yang harus diisi dengan saling berkasih sayang. Tetapi apa daya, dia belum jadi pacarku, tetapi menjadi bayangan di pikirku.

    Tibalah waktu aku memutuskan untuk membuat puisi cinta. Kuambil secari kertas, dan sebatang pensil sebagai senjata andalan untuk mengungkap betapa aku menyayanginya.
Hup....nyatanya puisi cinta yang aku harapkan lahir dari perasaanku akan dia tak juga jadi, ternyata begitu sulit menulis puisi. Akan tetapi aku berprinsip, laki-laki harus berjuang!

    Setelah berjuang dalam hitungan sekian jam, dengan peluh yang mulai tidak malu-malu aku mulai menuliskan sesuatu. Dalam pikirku, bagaimana mengungkap perasaan itu. dengan deg-degan ku tulis judul puisiku: Kita kan Friend.

....
     Walau sekarang ini dunia hingar bingar
walau sekarang ini timur tengah sedang terbakar perang
Irak dan iran saling mencakar
tapi rasaku semakin menyala
rasaku berkobar bayanganmu berlarian di benakku

    Sekarang ini hari kasih sayang
bolehkah aku menyapamu?
sekarang ini hari penuh kasih
bolehkah aku menjadi kekasih?

    Paling tidak kamu menjadi bagiku seorang friend
ya, kita kan memang friend.

    bagaimana menurutmu hai pengganggu hatiku
maaf aku menyebutmu pengganggu hati
sebab memang kamu ada dihatiku
tetapi hatiku sakit karena merindumu.

     Keesoakan harinya, aku pergi ke kantor pos di kota Yogya untuk mengirimkan sepucuk puisi cintaku, dan dengan mantap aku tempel perangko kilat di atas sampul warna biru.
Beberapa minggu kemudian seperti biasa aku pulang ke kampung halaman. Alasan pertama memang aku kehabisan bekal hidup. Kedua, aku mencoba mencari tahu, apa gerangan sikap dari gadis itu. Eh, sikapnya tetap acuh padaku.(vic)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

PUISI 1 Tawuran

PUISI 35 SIAL