Cerita 15. Kisah Bimo
KISAH BIMO
Sore itu, terdengar nada masuk di
telepon genggamku. Saat kuperhatikan, ada sebaris kalimat di aplikasi WA.
Ketika kuaktifkan WA, terlihat barisan kalimat” selamat sore, Mas Bro. Aku
beri lagi satu pasien ya.” Kalimat pesan itu dikirimkan oleh salah seorang
teman yang berprofesi sebagai guru bimbingan konseling di sebuah sekolah
menengah di daerah Jakarta Barat.
“Memang kenapa?” Jawabku singkat.
“Ini, Mas. Muridku ini susah belajar, dan malas. Aku sudah judeg
menasehatinya”. Balas temanku.
“Oke. Tapi kira-kira sudah kronis belum problemnya? Takutnya
aku tidak mampu menolongnya”. Aku mencoba menolak karena memang waktu ku sudah sangat padat.
“Ya, coba sampean lihat dulu keadaannya. Ini juga permintaan
orangtuanya” Kata temanku itu terus meminta kesediaanku untuk mau menerima
muridnya untuk bisa belajar di bimbingan belajar ku.
“Baiklah, mas bro…., tapi aku boleh ketemuan dulu ya dengan
anaknya, dan orangtuanya” akhirnya aku mengiyakan dengan harapan aku bisa
memberi bantuan semampu yang aku bisa.
Itulah penggalan kejadian yang
mengantarkan aku untuk mengenal anak murid yang bernama Bimo. Saat diantar
oleh tantenya, Bimo mengutarakan keinginannya untuk belajar bersama dengan
teman-temannya di tempat bimbingan belajar. Keinginan Bimo itu didukung
sepenuhnya oleh tante Elma yang sore itu mengantarkan Bimo menemuiku di depan
gerbang sekolah tempat aku mengajar. Maka disepakatilah hari dan waktu belajar
bagi Bimo, yakni hari Selasa dan kamis, dengan waktu belajar sore pukul
17.00-19.00 WIB.
Dalam perjalanan waktu, ternyata Bimo
ini tidak disiplin waktu. Kadang terlambat datang, tidak jarang pula tidak
hadir untuk belajar. Sekali dua kali, ia memberikan kabar dan alasan. Tetapi kemudian,
tidak memberikan kabar ketidak hadirannya. Sehingga, aku kesulitan melacaknya.
Saat kusampaikan keadaan Bimo kepada tantenya, sang tantepun merasa kesulitan
karena telepon genggam Bimo sering tidak aktif. Selanjutnya, kabar kurang enak
itu aku sampaikan kepada temanku yang dahulu menyerahkan Bimo untuk belajar di
tempatku.
Melihat kejadian Bimo ini,
membuatku memberanikan diri bertanya kepada temanku.
“Mas bro…apa sebenarnya masalah
Bimo? Sebanarnya ia bukan tidak bisa memahami pelajaran. Tetapi memang malas.
Lalu hal yang menjadikan ia malas itu apa?
“Gini lho. Dia itu ada masalah di keluarganya. Panjang
ceritanya. Coba tanya saja dengan tantenya” temanku memberi keterangan, dan
menyuruhku bertanya kepada tantenya.
Maka, ketika ada kesempatan aku
bertemu dengan bu Elma di bimbingan belajar, aku memberanikan diri bertanya
kepadanya.
“Bu, sebenarnya apa sih yang menyebabkan Bimo menjadi malas
belajar? Dan lebih sering berada di luar rumah?”. “maaf ya Bu, atas
pertanyaanku”.
“Iya, Pak. Saya sedih sebenarnya. Bimo menjadi begini
mungkin karena merasa tidak diberi perhatian sama orangtuanya. Ayah dan ibunya
sudah bercerai. Sekarang kedua orangtuanya sudah memiliki pasangannya
masing-masing. Ia protes atas keadaan ini. Sebelumnya Bimo ini ikut ayahnya. Tetapi kabur” Bu Elma
bercerita panjang lebar.
Rupanya Bimo merupakan sosok yang
menjadi korban perceraian ayah dan ibunya. Bimo lalu menjadi sosok yang nakal.Tidak betah di rumah, dan malas belajar. Lebih memilih bermain game, melupakan tugas belajar.
Kekesalannya memuncak ketika suatu hari ia
dimarahi oleh ibu tirinya.
“Kamu ya, suka keluyuran...dasar brengsek kamu” teriak ibu tirinya saat
melihat Bimo pulang terlalu malam pada pukul 11 malam. Hari itu Bimo pergi nongkrong dengan teman-temnya di sebuah warnet untuk bermain game online. ”Tapi, masa
bodoh deh..toh kamu bukan anakku!”.Sergah ibu tirinya dengan suara tinggi.
Mendengar kata-kata ibu tirinya, Bimo menjadi sangat kesal dan marah. Ia
menjawab dengan ketus.”Aku memang bukan anak ibu. Lalu kenapa ibu memarahi aku?”
Mendengar jawaban Bimo, ibu tirinya terdiam. Dengan muka
masam karena jengkel, ditinggalkannyalah Bimo, lalu masuk ke kamarnya.
Melewati malam, rupanya terjadi pembicaraan ibu tiri Bimo
dan ayahnya perihal ulah Bimo. Dan ayah Bimo pun menjadi sangat marah pada Bimo. Esoknya Bimo dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Suatu keadaan yang membuat Bimo semakin merasa kesal. Tidak ada lagi orang yang peduli padanya.Baginya,ayahnya lebih peduli pada istri baru yang bukan ibunya itu.
Akhirnya Bimo diusir dari
rumah ayahnya. Bimo pun diambil oleh tantenya yang masih peduli dengannya. Hingga kini Bimo tinggal di rumah tantenya. Di bawah asuhan
tante Elma, Bimo dimasukkan ke sekolah swasta di Jakarta Barat di mana temanku
menjadi seorang guru konseling.
Di satu sisi, Bimo memang kesulitan
mengikuti pelajaran di sekolah. Berperilaku agak kurang tertib, sebab ia sering
telat mengerjakan tugas. Tidak masuk karena bangun kesiangan. Ia kesiangan
karena tidak jarang Bimo keluar malam untuk sekedar nongkrong dengan
teman-temannya .
Melihat keadaan Bimo yang sering
keluar malam itu, Tante Elma berupaya memberi kesibukan kepada Bimo untuk
mengikluti kelas musik di sebuah lembaga kursus musik. Untungnya, Bimo mau
berlatih bermain musik. Rupanya, di balik kesulitan belajar di sekolah. Ia memiliki
bakat bermusik. Kini ia mampu memainkan celo dengan cukup mahir, dan kini sudah
sering tampil bersama group musik gesek yang didirikan oleh tantenya.
(Semoga Bimo terus berkembang di bidang musik. Dan menjadi orang baik di
kemudian hari. Saat ini Bimo sudah mau belajar, walaupun kadang-kadang masih
terlihat agak malas-malasan. Namun, matanya menjadi berbinar ketika ia di ajak
ngobrol tentang musik). (vic)
Komentar
Posting Komentar