SEPENGGAL PERJALANAN CINTA
Ibarat benih, perjalanan cinta kami terus bertumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan iman kami . Kebersamaan kami terbangun dalam hari-hari kami terlibat dalam kegiatan menggereja di kring Candirejo (Saat ini kring Candirejo sudah berkembang menjadi sebuah Stasi, St. Maria). Wilayah kring Candirejo ini meliputi daerah perbatasan wilayah Yogyakarta dan Surakarta. Saya,-Victorianus Sugiyanto berasal dari wilayah dusun Pangkah (wilayah D I Yogyakarta), sedangkan Anastasia Erni Puji Rahayu berasal dari dusun Pulerejo (wilayah Surakarta).
Sebenarnya, keterdekatan kami baru
muncul mulai tahun 1989 saat saya (Victorianus Sugiyanto) sudah berada di
semester akhir kuliah, dan Anastasia Erni Puji Rahayu adalah siswa kelas
2 SMA. Saat itu, kami dipilih oleh ketua lingkungan menjadi pengurus mudika,
saya sebagai ketua mudika, sedangkan Anastasia Erni sebagai bendahara).
Barangkali kami berdua terkena dampak witing
tresno jalaran soko kulino. Kebersamaan kami dalam berbagai
kegiatan gereja ternyata menjadi pupuk subur bagi cinta kami berdua, dari
sekedar benih lalu tumbuh menjadi pokok yang kuat, subur, rindang dan berbuah.
Akhirnya, pada tanggal 1 Maret 1990
, seusai latihan paduan suara di rumah pak Diyarno seorang dalang beragama
katolik pemilik gamelan sekaligus pelatih paduan suara lagu-lagu misa berbahasa
jawa untuk persiapan mengiringi misa Paskah, saya dan Anastasia Erni berjalan
menyusuri jalan aspal dari tempat latihan ke rumah Anastasia Erni sejauh kurang
lebih 2 km. Di rumahnya, kami berdua ngobrol dalam suasana sore yang tenang di
teras rumah. Hujan pun turun rintik-rintik. Dalam suasana romantis itulah
ikatan cinta kami secara resmi disatukan melalui komitmen kami untuk menjadi
Pasarngan kekasih.
Pada awalnya kami bersepakat untuk
merahasiakan status “pacaran” kami dengan pertimbangan agar kami tidak
direpotkan dengan candaan teman-teman dan orang-orang di sekitar kami, serta
agar tugas layanan kami di kelompok mudika tidak terganggu. Namun rupanya
kebersamaan kami lambat-laun diketahui oleh semua warga se lingkungan, bahkan
oleh masyarakat umum. Dan pada akhirnya hubungan pacaran kami menjadi hubungan
antar keluarga di mana orang tua kami masing-masing sudah saling mendukung kami
untuk melanjutkan hubungan yang lebih serius.
Ada sebuah cerita. Orang tua (ibu)
Anastasia Erni terkenal sebagai orang yang disiplin ( baca:
galak). Setiap ada kegiatan mudika, dan kegiatan lingkungan kehadiran
Anastasia Erni kadang ada, kadang tiada. Selidik punya selidik, saya sebagai
ketua mudika mendapatkan informasi bahwa kehadiran Anastasia Erni hanya bisa
jika ada ijin dari ibunya. Pada suatu latihan koor untuk natal, saya meminta
anggota mudika untuk menjemputnya. Namun, tidak satu orang pun mudika yang
berani menjemput karena sungkan pada ibunya. Maka, dengan menguatkan diri saya
datang ke rumahnya, lalu menemui ibunya untuk minta ijin. Setelah ngobrol
sejenak, saya minta ijin menjemput Anastasia Erni guna mengikuti latihan koor.
Dan ternyata, sikap ibunya tidak seperti yang saya bayangkan akan melarang atau
paling tidak membuat alasan untuk mencegah anaknya keluar rumah. Nyatanya, saya
diijinkan menjemput Anastasia Erni. Maka dengan aman saya memboncengkan di atas
motor suzuki jet cooled untuk menuju lokasi latihan koor. Untuk seterusnya,
Anastasia Erni hanya diijinkan keluar untuk kegiatan gereja jika saya yang
jemput.
Suatu saat kelangsungan hubungan
kami harus terjalin melalui hubungan jarak jauh atau dengan istilah kerennya
LDR (long distance
relationship). Sebuah hubungan yang menuntut masing-masing dari kami
untuk tetap setia. Dengan LDR ini kami tidak setiap saat bisa mengetahui
keadaan masing-masing. Hubungan kami hanya bisa dilakukan dengan surat
menyurat. Saat itu belum ada whatsapp. Jangankan Whatsapp, telepon kabel pun
belum menjangkau wilayah Candirejo dan Pulerejo. Namun, keterbatasan itu justru
memperkuat ikatan kami dengan saling mendoakan.
Hubungan LDR kami terjadi setelah
saya lulus kuliah sebagai sarjana pendidikan pada tahun 1991 dan mulai merantau
ke Jakarta. Ceritanya, setelah lulus dan mengurus kartu kuning dari
Depnaker Gunung Kidul saya melamar kerja. Berbekal
selembar ijazah sarjana saya mengikuti tes untuk mengisi lowongan guru PNS di
wilayah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Saya adalah satu-satunya calon
yang lulus dari seleksi tingkat kabupaten Gunung Kidul untuk posisi guru
biologi. Pada kenyataannya harapan untuk menjadi seorang pegawai Negeri harus
pupus karena gagal di tahap akhir seleksi di tingkat provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tak lama kemudian, saya mendapat panggilan tes pegawai Negeri di
Departemen Tenaga Kerja di Jakarta. Sekali lagi keberuntungan belum memberi
kesempatan bagi saya menjadi bagian dari para pegawai Negeri. Keadaan ini
sedikit banyak membuat kecewa orang tua, karena ayah dan ibu sangat berharap
anaknya menjadi pegawai Negeri. Alasannya, ayah dan ibu berharap anaknya
mendapat jaminan di hari tua nanti,- mendapat jaminan pensiun. Sebuah harapan
yang bisa dimengerti karena ayah dan ibu melihat betapa para pegawai Negeri itu
mendapat gaji setiap bulan, dan selalu bercerita tentang uang pensiun itu
nantinya. (di rumah ayah dan ibu tinggal beberapa guru pegawai Negeri. Mereka
berasal dari Sleman, Bantul, dan Kulon Progo).
Rupanya Tuhan memang tidak
mengijinkan saya menjadi seorang pegawai Negeri. Di saat menunggu hasil seleksi
pegawai Depnaker di Jakarta itu, saya melamar kerja di sebuah sekolah yang
namaya sangat menyentuh hati saya sebagai orang jawa katolik. Sekolah itu
adalah SMA Katolik Sang Timur. Di suatu hari, selagi masih di Jakarta seusai
mengikuti tes pegawai Negeri, saya membawa berkas lamaran ke SMA Katolik Sang
Timur, dan diterima oleh seorang Suster yang sangat ramah (Sr.
Stefani PIJ). Oleh beliau saya diantar menghadap kepala sekolah Sr. Alfonsa
PIJ. Melalui wawancara singkat, saya pun diterima menjadi seorang guru biologi
di SMA Katolik Sang Timur.
Saya mengetahui nama SMA Katolik
Sang Timur dari sebuah lembar lowongan penerimaan guru yang di Pasarng di papan
pengumuman IKIP Negeri Yogyakarta ketika saya akan menuju ke SMA Van Lit
Mutilan untuk melamar sebagai guru di sana. Dari Muntilan, saya menuju ke
Semarang untuk menemui Br. Martinus FIC. Ternyata beliau sedang berada di
Jakarta. Saya diminta untuk menunggu selama tiga bulan untuk mengetahui
hasilnya. Akhirnya, saya kembali ke kampung halaman. Seminggu setelahnya, saya
mendapat undangan tes di Depnaker Jakarta, sebuah tes penerimaan pegawai Negeri
yang pesertanya ribuan dari seluruh Indonesia. Tes pegawai Depnaker gagal.
Sesudah saya menjadi guru di SMA
Katolik Sang Timur ini, rupanya loyalitas saya diuji. Banyak sekolah yang telah
menerima lamaran kerja saya menghubungi bahwa saya diterima menjadi guru, dan
harus segera datang ke tempat. Ujian terakhirnya, adalah pertanyaan kepala
sekolah (Sr. Alfonsa PIJ) kepada saya, mau pilih SMA Katolik Sang Timur atau
SMA Katolik Bunda Hati Kudus, dengan pilihan: jika saya pilih SMA Katolik Sang
Timur, teman saya sesama guru baru yang ke SMA Katolik Bunda Hati
Kudus. Tetapi jika saya pilih SMA Katolik Sang Timur, maka teman saya yang di
SMA Katolik Sang Timur. Dan pilihan saya jatuh pada SMA Katolik Sang Timur. Saya
mengabdikan diri sebagai seorang guru di SMA Katolik Sang Timur sampai saat
ini, dan sudah melalui pengabdian 25 tahun beberapa waktu yang lalu.
Tak terasa, tanggal 5 November 2019 ini menandai perjalanan
cinta kasih kami Victorianus Sugiyanto dan Anastasia Erni Puji Rahayu telah
genap 25 tahun sebagai suami-istri dengan 3 orang anak yang sungguh kami
kasihi. Sebuah perjalanan hidup yang mesti disyukuri atas kemurahan Tuhan bagi
kami berdua serta anak-anak yang dikaruniakan kepada kami. Benih-benih cinta
itu semakin bertumbuh, mekar, dan berbuah. Semoga Tuhan senantiasa melindungi
keluarga kami. Yang dipersatukan oleh Allah, jangan diceraikan manusia. Amin.
Komentar
Posting Komentar