NASIB NEGERI

 



Cepat dan dinamis. Itulah sifat dunia politik. Tidak ada kawan atau lawan abadi. Yang ada adalah kepentingan abadi, yakni meraih kekuasaan, kalau biasa selama-lamanya. Siapa sangka, Jokowi dan Prabowo bisa bersatu dalam kelompok yang sama menjadi penguasa Indonesia selama 5 tahun terakhir. Siapapun tahu, Jokowi dan Prabowo bersaing meraih suara rakyat Indonesia. Persaingan kedua tokoh itu berhasil membelah masyarakat Indonesia ke dalam dua kubu: Kecebong dan Kampret, belakangan istilah kampret digeser oleh kadrun (akronim dari kadal gurun).

Pada pemilu 2024 kelompok koalisi membentuk 3 kubu, yakni kubu 01 (Anies-Cak Imin), kubu 02 (Prabowo-Gibran), dan kubu 03 (Ganjar-Mahfud). Situasi dinamis kembali tergelar. Para pengusung pasangan calon presiden-wakil presiden membentuk koalisi dengan tujuan yang sama meraih kekuasaan. Pergerakan hasil survey menjelang pemilu menempatkan peluang adanya dua putaran. Masing-masing berharap akan berhadapan di putaran kedua: 01 vs 02, 02 vs 03, 03 vs 01 dengan skenario gabungan koalisi baru untuk menghadapi peraih suara terbanyak.

Setelah beberapa saat berakhirnya waktu pencoblosan, lembaga-lembaga survey beramai-ramai mengeluarkan hasil hitung cepat melalui stasiun-stasiun TV. Para pengamat lantas beradu argumentasi. Data hitung cepat menunjukkan bahwa pasangan 02 (Prabowo-Gibran) melaju sendirian dengan capaian 58% dengan peluang menang satu putaran. Lawannya tentu terkejut, dan berteriak: Curang…..! Di ruang-ruang publik, debat terbuka oleh pengamat terus meningkat. Tak lupa kubu-kubu kontestan pemilu ikut terlibat

Dinamika politik kembali melaju kencang, pasangan 01 dan pasangan 03 kompak menuju ke Mahkamah Konstitusi dengan amunisi serangan ke arah sang penguasa saat ini, Jokowi. Kubu 01 dan 03 kompak mengungkapkan sebuah posita: presiden melakukan kecurangan melakukan penyalahgunaan dana bansos sebagai cara membantu Gibran. Petitum digulirkan agar Mahkamah Konstitusi tidak sekedar menjadi mahkamah kalkulator dan berani mendiskualifikasi Prabowo-Gibran, dan mengulang pemilu dengan kontestan hanya 01 dan 03.

Nasib bangsa dan negeri Indonesia bergantung pada keputusan hakim-hakim Mahkamah Konstitusi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

PUISI 1 Tawuran

PUISI 35 SIAL