B-A-N-S-O-S

 


Begitulah kondisi kesejahteraan sebagian masyarakat Indonesia masih memprihatinkan, inflasi terus terjadi sehingga daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup semakin mengecil. Kemiskinan kian mencekik.

Akibatnya, jeritan kesedihan menggema ke seluruh negeri. Membuat para pengamat serta-merta menyuarakan tuntutan kepada penguasa untuk bergerak memberi pertolongan bagi masyarakat. Usulan perbaikan peraturan dan perudang-undangan agar lebih membumi demi perbaikan kondisi masyarakat wong cilik. Melalui berbagai media, para pengamat beraksi, sementara para dewan masih saja sibuk berdiskusi untuk mencari solusi.

Namanya kebutuhan hidup tentu tak bisa ditunda, apalagi haru menunggu solusi yang sedang didiskusikan oleh para dewan. Oleh sebab itulah, pemerintah harus segera memberi aksi. Dan aksi itu disebut sebagai program perlindungan sosial, bantuan sosial berupa bantuan langsung tunai bagi masyarakat yang telah ditentukan. Menteri Sosial tentu paham. Sebaiknya sang menteri memberi pemahaman kepada semua pihak agar bantuan itu tidak salah sasaran dan salah arti.

Sementara itu, sang presiden mempunyai langkah taktis untuk juga memberi solusi yaitu menggunakan dana operasional miliknya untuk meringankan beban masyarakat yang tengah terjepit oleh laju inflasi ekonomi. Maka, sang presiden sat-set mengirimkan segala masam bungkusan isi Sembilan kebutuhan pokok: beras, minyak goreng, dan lain sebagainya yang masih bisa dimasukkan ke kantong-kantong bantuan. Sang presiden rupanya ingin kepastian agar penggunaan bantuan tepat sasaran. Ia selalu ikut rombongan membagi bantuan. Masalahnya, saat ini adalah saat kampanye pemilihan presiden-wakil presiden, yang notabene sang calon wakil presiden adalah putra kandungnya. Tindakan baik yang bisa mencurigakan.

Orang-orang di luar sana tentu menganggap tindakan sang presiden blusukan dengan membagi sebungkus bantuan berteriak ”Kamu curang!”, sebab dalam kontestasi pemilihan presiden, sang putra presiden dan calon presidennya memperoleh suara lebih dari cukup untuk dinyatakan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai pemenang dengan raihan 58% suara. Sebab itu, situasi berkembang menjadi perang argumentasi di sidang Mahkamah Konstitusi.

Sesungguhnya, jika semua mampu menahan diri, dan semua berbuat demi negeri, seharusnya proses pemilihan umum adalah sebuah pesta rakyat untuk bersama-sama memberikan haknya untuk memilih pemimpin yang benar-benar peduli untuk mengentaskan penderitaan rakyat. Suara rakyat yang telah memberikan suaranya perlu dihormati. Suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox populi vox Dei). Hidup demokrasi!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

PUISI 1 Tawuran

PUISI 35 SIAL