YUK NIKAH
TUNANGAN-MENIKAH dan HIDUP MANDIRI
(bagian 3)
Melakukan
hubungan jarak jauh rupanya membawa kekhawatiran kedua keluarga. Demi tetap
mejalin hubungan yang sudah terlanjur dekat antar keluarga, kedua orangtua kami
masing-masing menghendaki agar dilakukan
singsetan (Tunangan). Saat saya pulang kampung pada liburan semester,
beberapa kerabat saya diminta oleh ayah dan ibu untuk secara resmi melakukan
lamaran ke rumah orangtua Anastasia Erni Puji Rahayu yang juga menghadirkan
beberapa kerabat, dan masyarakat di sekitarnya. Maka, pada tahun 1993 jadilah kami
sebagai pasangan kekasih yang sudah bertunangan.
Setelah
melewati masa-masa bertunangan, dan mengikuti masa persiapan perkawinan di
Paroki Cempaka Putih, pada tanggal 5 November 1994 kami saling menerimakan
sakramen perkawinan di Gereja Santo Petrus Kanisius Wonaosari. Dengan itu
mulailah kami hidup sebagai suami istri. Sementara rumah KPR-BTN masih dalam
persiapan, kami menyewa rumah kontrakan sederhana di jalan Angsana, Kebon
Jeruk-Jakarta Barat. Setahun kemudian, lahirlah anak pertama kami pada tanggal
30 November 1995 di St. Carolus. Kami beri nama Andreas Ernesto Krismas
Pranandika (naman panggilannya Andre, saat bersekolah di SDK Sang Timur
dipanggil Ernesto karena di kelasnya ada 4 orang anak yang namanya diawali
dengan nama Andeas). Oh ya, nama Andreas diberikan oleh Sr. Theodora PIJ
sehubungan dengan pesta St. Andreas (30 November). Kelahiran anak pertama kami
sungguh membawa kebahagiaan kami, walaupun juga mengharuskan kami berjuang
keras mengatur keuangan keluarga.
Puji
Tuhan, pada bulan Juni tahun 1996 rumah KPR-BTN kami di daerah Parung Panjang,
Kabupaten Bogor sudah siap dihuni walau dalam kondisi seadanya. Kamipun
menempati rumah baru kami. Dengan dukungan dari kedua keluarga besar kami, kami
menata kehidupan di tempat batu yang masih begitu sepi. Jika siang yang ada
adalah kesunyian dan beberapa ekor kebau dan kambing yang digembalakan oleh
warga sekitar. Jika malam yang terdengar adalah suara serangga malam dan suara
kodok sawah. Sementara jika malam dan hujan deras, lampu lsistrik terpaksa mati
karena jaringan listrik dibangun dengan sistem kabel udara yang rawan sambaran
petir. Kalau Jakarta beberapa waktu yang lalu padam gegara rusaknya instalasi
listrik selama hampir 10 jam, kami di Parung Panjang hampir sebulan sekali
mengalami pada listrik 10 jam pada kisaran tahun 1996-2000 an.
Suka
Duka kami hadapi bersama. Kesulitan yang paling terasa adalah adanya gejala
alam berupa kemarau panjang yang berdampak pada matinya aliran air ledeng.
Selama hampir 6 bulan kami warna perumahan Griya Parung Panjang terpaksa harus
mengantri droping air dari pihak pengelola perumahan. Sebagai solusi lain,
warga perumahan harus mencari air ke daerah sumber air di kaki gunung yang
jauhnya lumayan dengan menyewa sebuah kendaraan terbuka untuk mengangkut
jerigen-jerigen air.
Pada
19 Juli tahun 1998 lahir anak kedua kami yang kami beri nama Laurentius Juliano
Ergian Pinandita (nama panggilan Ergian). Ia lahir di sebuah klinik kebidanan
di perumahan Griya Parung Panjang. Ini
menambah kebahagiaan kami, sekaligus membuat kami harus berjuang keras
mengelola keuangan keluarga. Apalagi pada tahun itu kondisi ekonomi sedang
mengalami krisis. Beban yang sungguh berat adalah memenuhi kebutuhan susu.
Kebetulan ibunya anak-anak termasuk perempuan yang tidak dikaruniai kemampuan produksi
ASI. Air susu ibu hanya keluar dengan kualitas baik hanya 1 bulan. Selebihnya
ASI yang sangat encer, yang tidak mampu memenuhi nutrisi bayi.
Karena
krisis ekonomi, terjadilah gejolak di masyarakat. Terjadi bencana sosial berupa
kerusuhan mei 1998. Banyak toko dan pasar swalayan yang rusak dan terpaksa
tutup untuk sementara waktu. Akibatnya, kami kesulitan untuk membeli susu
formula. Sementara kebutuhan susu untuk kedua anak kami sangat banyak. Terjadi
pembatasan pembelian susu di toko-toko. Setiap pembeli hanya diperbolehkan
membeli 2 kaleng susu. Saat itu, saya membeli dengan trik membeli susu beberapa
kali dengan kasir yang berbeda. Kadang-kadang saya membelinya di toko-toko yang
berbeda. Puji Tuhan semesta alam, krisis ekonomi perlahan menjauh. Semoga
jangan terjadi lagi krisis semacam itu.
(bagian 3)
Komentar
Posting Komentar