PUISI 26 RETAK

BUMI RETAK

Bumi yang satu itu telah tua
bumi yang tua itu semakin nestapa
hutannya tak lagi ada
tiang pancang menhujum dalam-dalam
isi bumi teraduk oleh keinginan

Bumi yang tua itu menggeliat luka
retak goncang mengangga
gemuruh suara tak terperi
mengendap-endap siap menerjang
mengambil milik yang sedang terlena

Bumi retak bumi nestapa
manusia tinggal mampu bertanya....
Allah.... Engkau murka?   (vic).



ALAM MURKA

Alam itu sebenarnya sunggung pengasih
karena penciptanya adalah maha Pengasih
alam itu sebenarnya tidak suka murka
namun kini murkanya begitu terasa

Alam sesungguhnya bijaksana
menghidupi siapa saja yang mengambil darinya
namun kini murka alam menjadi
atas ulah tangan-tangan tak peduli

Kini hijaunya hutan tinggal cerita
beningnya air tinggal seberapa
yang tersisa adalah asap gila
air hitam mengalir perkasa

Alam pun terpaksa murka
bajir besar terus melanda
tebing batu runtuh tiba-tiba
gelombang pasang siap menerjang
dahsyatnya magma terus berjaga

Kering kerontang akan segera datang
tanah terbuka menyiksa tumbuhan
rumput hijau jadi kering
mati tak tersisa. (vic).

 


HATI RETAK DI SABUGA

Hati murka terus bergolak
hati luka tak kunjung mereda
menggerus rasa peduli rasa berbangsa

Hati retak segenap negeri
hilangkan rasa sehati
saudara tidak lagi ada
yang ada hanyalah keserakahan

Hati luka retak rasa berbangsa
usir saudara dari depan halaman
dengan tudingan dari kebencian


Hati benci tambah luka
perih menusuk kebijakan
hati yang seharusnya memberi
kini justru meminta korban

Sabuga sungguh merana
terhimpit iri dengki yang meraja
Sabuga merana
Bangsa menderita

0ooooo......
Sang Jagad Batara
mohon ampun bagi negeri ini
hanya Engkau yang mengerti.  (vic).



DUIT

Siapa tak tahu duit
hanya yang tidak waras yang tidak mengerti duit

Duit
bagi yang bijak akan diirit-irit
bagi yang boros akan melilit-lilit

Duit
Siapa saja merasa sakit
saat di kantong tinggal sedikit

Duit
tampak sengit di cari di ujung langit

Duit
mampu mengubah ikhlas jadi benci selangit.  (vic).



NISTA

Nistalah manakala menghakimi sesama
nistalah manakala memaksakan kehendak nafsu
nistalah manakala tidak peduli penderitaan kaum tertindas
nistalah  manakala kebenaran sejati terkorupsi

Nista, nista, sungguh nista manakala jumawa sebagai panglima
nista, nista, dan amat nista hai yang merampas sorga dari pemilikNya.  (vic).


PETAKA

Ketika kata bijak tersumbat
ketika hardik menyuara
ketika sejuk tak lagi ada
yang ada hanyalah petaka


Ketika hardik sangat dipuja
ketika hasrat membunuh merajalela
ketika damai sebagai fatamorgana
yang ada hanyalah petaka

Petaka sedang menjarah seisi negeri
gegap gempita hasutan setan
gemuruh runtuh semangat kebhinnekaan
tersisa luka sepanjang jiwa

Petaka sedang tersenyum
petaka sedang berkuasa

Kapan kan berakhir?

(vic).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

PUISI 1 Tawuran

PUISI 35 SIAL