CERITAKU: Sekelumit Jejak



Terus terang tidak terpikirkan oleh saya untuk menuliskan sepenggal pengalaman sejarah perjalanan saya sebagai seorang guru di sekolah yang bernama SMA Katolik Sang Timur. Namun, ada pepatah mengatakan gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Lalu bagaimana kalau yang mati adalah manusia? Manusia mati meninggalkan keluarga, dan meninggalkan teman-temannya. Hanya kenangan yang dapat diingat oleh keluarga dan teman-teman.

Bertolak dari pepatah itulah, saya memberanikan diri menuliskan setitik jejak langkah saya yang telah terukir sejak memutuskan meninggalkan orang tua, dan seorang kekasih hati menuju sebuah rimba perkotaan yang dikenal sebagai ibukota negara Indonesia, Jakarta.  Selepas saya menyelesaikan kuliah di Institut Keguruan dan ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Yogyakarta pada akhir tahun 1991 saya mencoba mengadu nasib untuk menjadi pegawai negeri di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan juga mencobanya di kota Jakarta. Tetapi nasib beruntung tidak berpihak pada saya. Gagal!

Sebelum bertolak ke Jakarta untuk mengikuti seleksi nasional, saya mengunjungi teman-teman perjuangan yang masih berkutat menyelesaikan sisa-sisa SKS. Di sana saya tak sengaja membaca sebuah pengumuman lowongan perkerjaan sebagai guru. Masih ingat dengan jelas hal yang disampaikan dalam pengumuman itu,” Yayasan Karya Sang Timur membuka kesempatan menjadi guru bagi Sarjana Biologi, laki-laki, katolik”. Dalam hati saya berkata,”Ini saya bisa”.

Di sela-sela waktu dalam sepekan dalam masa seleksi pegawai negeri di Jakarta, saya menyiapkan sebuah lamaran kerja untuk melamar di SMA Katolik Sang Timur yang berlokasi di Jl. Karmel Raya No. 2 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Melalui sebuah perjuangan cukup mengesankan, karena saya harus  beberapa kali melakukan perpindahan angkutan dari rumah kakak saya di daerah pinggiran markas tentara Brigif-1 di Cijantung menuju lokasi sekolah di daerah Kebon Jeruk, pada akhirnya saya berhasil menemukan target yang saya cari. Saya diterima oleh seorang biarawati berjubah coklat krem yang di kemudian hari saya kenal sebagai suster Stefani PIJ. Selanjutnya saya dihadapkan kepada kepala sekolah yang penuh senyum dan baik hati, yaitu suster Alfonsa PIJ. Singkat cerita, setelah diwawancarai saya dinyatakan diterima melalui sebuah surat panggilan yang dialamatkan ke kantor kakak saya di jalan Gatot Subroto.

Tepat di tanggal 7 Januari 1992, saya tercatat sebagai seorang pegawai di SMA Katolik Sang Timur. Dalam lamaran kerja saya, saya menuliskan sebagai guru biologi. Namun, di awal-awal tugas, saya ditempatkan di sebuah kantor yaitu ruang kantor Yayasan di bawah bimbingan seorang suster yang di kemudian hari menjadi kepala sekolah di SMA Katolik Sang Timur. Beliau adalah Suster Antoni PIJ. Pada saat itu, saya diberi tugas membantu administrasi di Yayasan, kadang juga diperbantukan di kantor Tata Usaha SMA untuk mengerjakan beberapa hal yang dapat dilakukan salah satunya adalah mengetik soal ulangan umum dengan mesin ketik manual. Ketikan soal dikerjakan pada kertas stensil yang kemudian oleh petugas pengggandaan soal akan dicetak menggunakan mesin stensil.

Berikutnya, saya diberi tugas sebagai guru biologi dengan bidang kerja sebagai guru laboratorium, membantu tugas ibu Merpi Sihite selaku guru biologi di kelas I SMA dan kelas II jurusan A1 dan A2. Di Waktu yang sama, SMA Katolik Sang Timur menerima seorang perempuan untuk menjadi guru biologi. Dalam hal ini saya tiak berpikiran apapun. Saya menjadikan beliau sebagai teman diskusi mengenai berbagai materi biologi. Di suatu saat, saya dan guru biologi baru tersebut sama-sama melamar kerja di SMA Bunda Hati Kudus, dan kami sama-sama dinyatakan diterima. Rupanya, antar kepala sekolah mengadakan pembicaraan siapa guru yang akan ditempatkan di SMA Katolik Sang Timur, dan yang akan ditempatkan di SMA Bunda Hati Kudus. Suster Alfonsa PIJ memanggil saya dan menanyakan saya akan memilih mana? Jika saya memilih Sang Timur, bu Anna yang akan di Bunda Hati Kudus. Sebaliknya, jika saya memilih Bunda Hati Kudus, bu Anna yang akan tetap di Sang Timur.

Saya diberi waktu berpikir dalam waktu 3 sampai 4 hari untuk memutuskan pilihan. Sepulangnya dari sekolah, pada malam hari, saya bertanya pada kakak saya apa yang harus saya putuskan. Dinasihatkan agar saya membawa hal tersebut dalam doa. Pagi harinya, dalam benak saya muncul muncul pertama kali satu nama sekolah  SMA Katolik Sang Timur. Mulai sejak detik itu, saya tetapkan bahwa saya akan mengabdikan diri sebagai guru di sekolah yang dulunya hanya saya katakan dalam hati,”Ini saya bisa”.

Mulailah saya menjadi guru muda. Karena usia saya paling muda di sekolah saat itu biasa dipanggil oleh guru-guru senior dengan nama Pak Ragil. Suster Alfona PIJ memanggil saya dengan sebutan anak ragil. Sebuah situasi yang membuat saya merasa enjoy, dan bersemangat dalam mengembangkan diri. Tugas apapun yang diberikan oleh kepala sekolah saya jalankan dengan semangat dan kerja keras, kerja ikhlas, dan kerta tuntas. Dari mulai membantu kerja di bagian ketatausahaan, menjadi guru pembina PMR, menjadi guru pembina bidang-ekskul: Tenis Meja, Pencak Silat, Karya Ilmiah, dan berbagai tugas lainnya. Tidak jarang saya diminta oleh guru Bimbingan dan Konseling untuk mewakili beliau dalam kegiatan seminar tentang pendampingan murid. Dalam pada itu, saya terus mengembangkan diri agar semakin baik dalam setiap layanan pendidikan di SMA Katolik Sang Timur.

Pada akhirnya, setelah menempuh perjalanan bersama waktu, dan ikut terlibat dengan proses jatuh-bangunnya SMA Katolik Sang Timur, di tahun 2024 ini saya akan memasuki masa istirahat guna melihat jejak-jejak kenangan, pahit-asamnya berkecimpung mendamdingi perkembangan peserta didik dari generasi ke generasi.  Karakter peserta didik  SMA Katolik Sang Timur tidaklah sama setiap generasinya, maka diperlukan pendekatan yang berbeda pula di dalam proses pendampingannya tanpa meninggalkan karakter ke-Sangtimuran yang merupakan visi dan misi sekolah yakni yang diturunkan dari visi dan misi pendiri konkregasi dengan nilai-nilai kegembiraan, persaudaraan, dan kesederhanaan.

Bagi saya, SMA Katolik Sang Timur adalah hidup saya dan keluarga. Melalui karya bersama di SMA Katolik Sang Timur saya terus menempa diri menjadi sosok yang dapat menjadi teladan bagi anak-anak biologis yang diberikan oleh Tuhan kepada keluarga kecil saya. Anak-anak dapat melihat bagaimana saya mencurahkan perhatian dan segala upaya untuk terlibat di dalam layanan pendidikan di sekolah. Keluarga saya sangat paham bahwa saya lebih memilih untuk mendahulukan sekolah dari pada keluarga manakala SMA Sang Timur membutuhkan keberadaan saya untuk tugas-tugas tertentu. Bagi saya, sikap siap sedia adalah panggilan Tuhan. Puji Tuhan, bahwa melalui pemberian diri saya itu, berkat Tuhan selalu mengalir kepada keluarga saya. Tidaklah dapat dibayangkan bagaimana saya pada akhirnya dapat menghantar ketiga anak saya untuk berhasil menyelesaikan pendidikannya. Anak pertama,-Andreas Ernesto lulus sebagai sarjana Akuntansi dari Unika Atma Jaya Jakarta. Anak kedua,-Juliano Ergian lulus sebagai sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Multimedia Nusantara. Sedangkan anak ketiga,-Aristo Sinatria saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Bina Nusantara dengan beasiswa full scholarship dalam prodi Food Technology. Saya sangat meyakini bahwa berkat Tuhan dan rencana Tuhan indah pada waktunya.

Pada akhir tulisan ini, saya mengucapkan rasa bangga saya kepada sosok perempuan yang bersedia dan setia mendampingi saya dalam perjuangan, dialah Anastasia Erni,- istri saya. Anastasia Erni sangat mendukung apa yang saya kerjakan untuk SMA Katolik Sang Timur. Dia setia dalam doa-doanya yang menyerahkan diri pada kasih Tuhan dan kasih bunda Maria. Ia pun rela untuk tidak bekerja demi mendampingi anak-anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Setelah memasuki masa purna tugas, saya dan istri saya berencana untuk tetap melanjutkan hidup dengan banyak melayani sesama dalam Tuhan, sambil tetap berkarya untuk melanjutkan hidup yang masih diberikan oleh Tuhan, serta mendampingi anak-anak kami menuju gerbang dunia. Semoga setitik jejak langkah saya ini mampu mengantar anak-anak kami menjadi semakin dewasa dan mandiri.

Tuhan memberkati.


Salam,

Vic Sugiyanto

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI 57 FITNAH

KISAH NYATA: Siap Sedia atas Talenta (Bagian 10)

KISAH NYATA: Harmonisasi dalam Keluarga (bagian 08)